JAKARTA, KOMPAS.com
- Kepolisian Republik Indonesia akan memproses pemecatan AKBP Brotoseno apabila dia terbukti bersalah melalui putusan pengadilan.
Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, proses pemecatan dilakukan melalui sidang kode etik profesi.
"Jadi seseorang yang telah terbukti melanggar tindak pidana, itu akan diajukan ke sidang kode etik profesi," ujar Boy di Kwitang, Senen, Jakarta Pusat, Minggu (20/11/2016).
Boy menuturkan, dalam sidang kode etik, anggota yang terbukti bersalah dapat diberhentikan secara tidak hormat.
"Kalau dia AKBP, dalam hal ini kepada Kabareskrim, tentunya nanti diteruskan kepada Kapolri, untuk diberhentikan dengan tidak hormat," kata dia.
Saat ini Bareskrim Polri tengah melakukan penyidikan terhadap Brotoseno. Polisi memiliki waktu 60 hari setelah penahanan Brotoseno pada Jumat (18/11/2016) kemarin untuk merampungkan berkas perkara.
"Setelah berkas perkara selesai, maka nanti akan diajukan ke sidang peradilan," ucap Boy.
Setelah hakim menjatuhkan vonisnya, atasan yang bersangkutan di kepolisian akan mengajukan pelaksanaan sidang kode etik profesi.
"Dalam sidang kode etik dapat mengusulkan seseorang yang melanggar hukum berat itu untuk diberhentikan dengan tidak hormat. Itu mekanismenya begitu untuk pemberhentian," tuturnya.
Brotoseno dan Kompol D, beserta pihak penyuap berinisial HR dan LM dalam kasus suap telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka ditangkap akhir pekan lalu oleh tim sapu bersih pungutan liar dan tim pengamanan internal. (Baca: Bareskrim Dalami Dugaan Pemerasan oleh AKBP Brotoseno)
Pemberian suap dalam kasus itu terkait dugaan kasus cetak sawah pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tahun 2012-2014 di Kalimantan.
Brotoseno dan D, diduga menerima uang Rp 1,9 miliar dari seorang pengacara berinisial HR. Rencananya, uang yang diberikan sebesar Rp 3 miliar.
Namun, HR baru menyerahkan Rp 1,9 miliar. HR merupakan pengacara DI yang masih berstatus saksi dalam kasus cetak sawah itu.
0 komentar:
Posting Komentar